Senin, 23 Mei 2011

DAMPAK TSUNAMI JEPANG

Dampak Tsunami di Jepang Terhadap Perekonomian Indonesia
Oleh Lutfi Alkatiri - Direktur Executif FAM PII

Tsunami yang terjadi di Jepang pada tanggal 11 Maret 2011 lalu perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak terutama pemerintah. Mengingat posisi Jepang sebagai negara dengan perekonomian ketiga terbesar dunia yang tentu saja akan menyebabkan perlambatan perekonomian global yang saat ini sedang memasuki fase pemulihan setelah resesi ekonomi global tahun 2008 lalu. Disamping terpengaruh melalui jalur transmisi perekonomian global, tingginya tingkat kesalingtergantungan antara ekonomi Indonesia dengan Jepang menyebabkan perlunya perhatian serius terhadap besaran dampak perlambatan ekonomi Jepang terhadap perekonomian Indonesia. Ada lima (5) aspek yang harus diperhatikan yaitu Jepang sebagai kreditor terbesar untuk Indonesia, Jepang sebagai mitra dagang yang signifikan dengan Indonesia, Jepang sebagai investor terbesar nomor dua di Indonesia untuk penanaman modal asing secara langsung, Wisatawan Jepang termasuk lima (5) terbanyak yang berkunjung ke Indonesia dan Jepang merupakan salah satu negara donor utama terhadap program-program pembangunan di Indonesia.
Jumlah utang Indonesia sampai September 2010 mencapai US$ 194,349 miliar, utang tersebut merupakan utang pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan swasta. Dari jumlah tersebut, terbesar dari Jepang dan Amerika Serikat (AS).Dari jumlah utang US$ 194,349 miliar, utang Indonesia ke Jepang mencapai US$ 40,138 miliar atau 20,7% dari total utang Indonesia. Kemudian diikuti AS dengan jumlah US$ 21,814 miliar atau 11,2%.Berdasarkan data tersebut, dari US$ 194,349 miliar utang Indonesia, sebanyak US$ 103,25 miliar merupakan utang pemerintah, diikuti swasta US$ 80,177 miliar, dan BI sebesar US$ 10,922 miliar.Sebanyak 55,3% utang Indonesia adalah dalam mata uang dolar AS, kemudian 20% dalam bentuk yen, dan 15,4% dalam bentuk Rupiah.Dari keseluruhan utang tersebut, sebesar US$ 38,363 miliar merupakan utang jangka pendek dengan jangka waktu 1 tahun ke bawah. Sementara US$ 155,986 miliar merupakan utang jangka panjang dengan jangka waktu di atas 1 tahun.Secara keseluruhan sampai September 2010, jumlah utang Indonesia belum memperlihatkan tanda-tanda penurunan. Bahkan jumlahnya naik dari US$ 167,989 miliar di September 2009 menjadi US$ 194,349 miliar di September 2009. Hal ini tentu harus menjadi pertimbangan Pemerintah Indonesia bila Jepang sewaktu-waktu menarik hutang luar negerinya untuk pemulihan pembangunan infrastruktur yang tertimpa bencana.

Berdasarkan laporan BKPM, sepanjang tahun 2010, Jepang merupakan investor terbesar ke empat di Indonesia setelah Singapura, Inggris, dan Amerika Serikat dengan jumlah proyek sebanyak 323 dan nilai investasi sebesar 712,6 juta US$ atau sekitar 4,39% dari total investasi asing di Indonesia sebesar 16.214,8 juta US$. Jepang juga telah berkomitmen investasi untuk pembangunan infrastruktur sebesar 60 miliar dolar AS untuk pengembangan konsep Metropolitan Priority Area (MPA) di Jakarta. Dengan komitmen investasi tersebut, Jepang diprediksikan akan menjadi investor asing terbesar di Indonesia mulai tahun 2011 ini.

Dari sisi perdagangan, Jepang merupakan negara tujuan ekspor non migas terbesar Indonesia pada tahun 2010 lalu dengan nilai ekspor sebesar 16.496,5 juta US$. Pada bulan Januari tahun 2011, Jepang merupakan tujuan ekspor non migas kedua terbesar setelah Amerika Serikat dengan nilai ekspor 10,13 juta US$ atau sekitar 10,13% dari total ekspor nonmigas Indonesia. Ekspor Indonesia ke Jepang dalam bentuk tekstil, furnitur, hasil perkebunan, aquaculture dan migas sehingga yang paling terkena dampak adalah sektor UKM yang kehilangan pasar utamanya di Jepang. Selain itu Jepang juga tentu membutuhkan sumber daya energi tambahan seperti gas dan batubara untuk menggantikan reaktor nuklirnya yang dalam masa perbaikan. Hal ini tentu bisa menganggu perencanaan energi untuk kebutuhan domestik bila tidak diantisipasi.

Jepang juga merupakan pemasok impor non migas nomor dua terbesar setelah China. Impor dari Jepang selama tahun 2010 sebesar 16.910,7 US$ atau sekitar 15,6% dari total impor Indonesia. Untuk Januari 2011, impor dari Jepang mencapai US$1,38 miliar atau 14,40% dari total impor nonmigas Indonesia yang sebagian besar terdiri dari alat-alat elektronik, komponen dan produk otomotif. Hal lain yang harus diperhatikan adalah serbuan barang-barang produksi impor dari China, Asia Tenggara dan negara-negara lain yang biasa melakukan ekspor ke Jepang sebagai perekonomian nomor tiga (3) terbesar didunia, akan mengalihkan produknya ke negara lain seperti Indonesia.

Kawasan Tohoku di bagian utara Jepang adalah wilayah paling parah terkena dampak bencana gempa berkekuatan 8,9 skala Richter dan tsunami. Tohoku menyumbang 8% produk domestik bruto Jepang dan menjadi lokasi berbagai pabrik, mulai dari pabrik mobil hingga minuman. Sehingga hancurnya infrastruktur di Tohoku disamping memberi kerugian ekonomi terhadap Jepang yang diperkirakan mencapai hingga 15 triliun yen Jepang (US$183 miliar atau setara Rp1.647 triliun) juga menyebabkan penghentian produksi beberapa pabrik yang praktis akan menghambat pergerakan ekonomi Jepang. Selain itu kehancuran basis produksi elektronika di Sendai juga berpengaruh terhadap industri perakitan elektronik di Indonesia terutama Batam.

Didunia pariwisata Indonesia, Jepang mampu memberikan kontribusi sebesar 9,51 persen dari total wisman ke Bali sebanyak 2.575.142 orang selama 2010, meningkat 8,01 persen dari tahun sebelumnya yang tercatat 2.576.142 orang. Sedangkan wisatawan Malaysia sekitar 156.858 orang, Taiwan sebesar 122.256 orang, Singapura sebanyak 97.402 orang, Inggris sejumlah 96.412 orang dan Jerman sekitar 84.406 orang. Kemudian China sejumlah 196.925 orang, Korea Selatan sejumlah 124.729 orang dan wisatawan Prancis sebanyak 104.029 orang,

Dengan posisi Jepang sebagai negara tujuan utama ekspor-impor Indonesia serta investor utama di Indonesia, Pemerintah perlu secepatnya mengantisipasi dampak negatif dari perlambatan ekonomi Jepang. Dari sisi investasi, Pemerintah dituntut untuk bekerja lebih keras dalam mengundang investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia khususnya untuk pembangunan infrastruktur dan manufaktur yang selama ini menjadi tujuan utama investasi Jepang di Indonesia. Hal ini untuk memastikan agar pembangunan infrastruktur dan manufaktur tetap berlanjut di tengah pemulihan ekonomi Jepang. Sementara untuk menjaga agar laju ekspor-impor tidak terganggu, Pemerintah perlu melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor dan asal impor agar pelaku usaha domestik khususnya UKM yang berorientasi ekspor tidak terhenti produksinya akibat tertutupnya pasar Jepang. Tanpa ada pembenahan ekspor-impor Indonesia, akan banyak sektor usaha khususnya sektor usaha kecil akan terancam terhenti produksinya yang pada akhirnya bukan hanya menurunkan target pertumbuhan ekonomi domestik tapi juga akan meningkatkan angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Tanpa ada langkah antisipatif dan kerja keras dari Pemerintah, resesi ekonomi Indonesia di depan mata.